Bahwa
beberapa jenis masakan khas Aceh telah dikenal di seantero Tanah Air,
beberapa di antaranya yang paling popular seperti gulai pliek atau mi
Aceh dengan ciri khas saus kental maupun kari kambing, harus diakui
telah ikut memperpanjang daftar keaneragaman masakan khas Tanah Air.
Namun dari jenis-jenis yang sudah dikenal itu, jika ditelusuri di
dalam daftar jenis masakan khas Aceh ternyata masih banyak lagi jenis
masakan spesifik dari daerah-daerah tertentu di Provinsi Aceh yang
selama ini masih berada di dalam catatan “kekayaan terpendam” karena
belum begitu dikenal luas. Dengan keistimewaan cita rasa maupun
keunikannya, masakan-masakan yang belum begitu dikenal luas itu
diperhitungkan akan mampu mengambil tempat di dalam daftar masakan
populer.
Dari banyak daerah yang masing-masing memiliki makanan khas itu,
tersebutlah Tapaktuan, Ibukota Kabupaten Aceh Selatan yang diketahui
memiliki berbagai jenis masakan khas yang akhir-akhir ini mulai dikenal.
Di antaranya, ikan panggang khas yang di Tapaktuan dikenal dengan nama
lauk panggang pacak (ikan panggang bumbu santan), lauk sambam (ikan
panggang bungkus daun pisang yang disantap pakai sambal kecap).
Ada lagi, gulai talas, gulai pakis, gulai pakasam (gulai tempoyak)
maupun gulai durian segar serta urap Aceh dengan bahan dasar bunga dan
daun kates dengan formula kelapa gongseng dibumbui rajangan serai,
belimbing wuluh serta bawang merah. Dan untuk jenis sambal, yang paling
populer adalah samba batokok dan samba gunung runtuh.
Menggugah Selera
Samba batokok adalah sambal ikan teri kering gongseng yang dimemarkan
seperlunya di batu gilingan cabe dengan bumbu dasar asam sunti, cabe
merah, bawang merah yang dihaluskan kemudian ditumis. Uniknya samba
gunung runtuh ternyata begitu sederhana hanya dengan bahan dasar kelapa
parut dicampur cabe hijau atau cabe merah. Dan bila ditempatkan di dalam
wadah, kelapa parut yang sudah diolah menjadi sambal yang menggugah
selera itu bentuknya mirip onggokan gunung. Dan “gunung” itu kemudian
runtuh ketika diciduk pakai sendok, maka disebutlah dia samba gunung
runtuh.
Menurut seorang dosen Akademi Pariwisata (Akpar) Medan, Kodrat Wisnu,
selama beberapa kali berkunjung ke Tapaktuan dirinya mengaku ada
beberapa jenis masakan khas Tapaktuan yang memiliki potensi untuk
ditonjolkan dan berpeluang disusupkan di dalam daftar kekayaan wisata
kuliner. Dan jika ini mampu dieksploitasi, artinya Tapaktuan tidak hanya
memiliki kekayaan objek wisata alam yang indah, tapi juga pengunjung
sekaligus dapat menikmati aneka jenis masakan nikmat.
Kodrat Wisnu yang populer dengan panggilan Babe mengungkapkan itu
ketika melakukan kunjungannya ke Lhok Rukam April lalu dalam misi Akpar
melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat bersama tujuh dosen
lainnya.
Akpar Medan menilai Gampong (desa) Lhok Rukam merupakan satu dari
banyak objek menarik di Kecamatan Tapaktuan, Ibukota Kabupaten Aceh
Selatan, yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi daerah
kunjungan wisata. Menurut Babe, potensi Lhok Rukam cukup bagus dan
diyakini memiliki prospek, tinggal lagi apa yang harus dilakukan untuk
menarik orang berkunjung ke sini. Ya salah satunya adalah wisata
kuliner, apalagi Lhok Rukam merupakan desa nelayan yang setiap harinya
dibanjiri ikan segar. “Ikan ikan itu bisa diolah sebagai bahan dasar
masakan khas,” katanya.
Populer di Luar Negeri
Menurutnya, dia punya kesan tersendiri terhadap samba gunung runtuh
dan samba batokok yang digemarinya. Dalam beberapa kali kunjungan ke
Tapaktuan, selalu saja sambal itu yang dia cari dan sering didapati di
Lhok Rukam.
Namun yang mengagetkan adalah, pada beberapa tahun lalu ketika
berkunjung ke Vietnam, dia juga mendapati samba gunung runtuh dan samba
batokok di sebuah rumah makan di kota Ho Chi Minh. “Dan di rumah makan
tersebut, sambal ini ternyata mendapat tempat sebagai masakan populer
yang digemari pelanggan,” ungkapnya.
Ini membuktikan dua jenis masakan khas Tapaktuan itu diam-diam
ternyata sudah dikenal pula di luar negeri. Berangkat dari kenyataan
ini, dia semakin yakin bahwa kedua jenis sambal spesifik itu berpeluang
mendapat tempat di dalam daftar bisnis kuliner melengkapi paket-paket
kunjungan wisata Tapaktuan di masa depan. Babe benar dengan keyakinannya
yang rasional.
Namun pertanyaan selanjutnya adalah, apakah Dinas Pariwisata Aceh
Selatan mampu berpikir dan berbuat untuk pengembangan wisata model
begini. Sekarang saja orang mulai pesimis melihat beberapa proyek wisata
yang digarap Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga
(Disbudparpora) terancam gagal dengan dana milyarar akibat tanpa konsep
yang jelas.
Lalu, menurut para pemerhati, seperti diungkapkan Drs. Joniardi
Yunus, rumusan yang paling tepat sebetulnya adalah soal mau atau tidak
mau. Jika mau, tentunya harus dibekali niat baik dan ikhlas demi
kemajuan daerah dan perkembangan ekonomi kemasyarakatan. “Sayangkan,
miliaran rupiah uang terbuang begitu saja tanpa jelas kelanjutan
programnya,” ungkap Joniardi. (Sumber)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !