LHOKSEUMAWE - Samsul
Bahri (36), pengrajin souvenir asal Desa Pusong Rancong, Kecamatan Muara
Satu, Lhokseumawe menciptakan contoh monumen Aceh. Ia terinspirasi
untuk menciptakan contoh monumen yang diberi nama The History Nanggroe
Keuneubah itu karena belum ada monumen yang menggambarkan sejarah Aceh.
Kepada Serambi, kemarin, Samsul menyebutkan contoh monumen tersebut dimulai tapak tugu berwarna kuning yang melambangkan tanah Aceh, aksara dinding berwarna hijau melambangkan kesuburan, bibir kolam dan mata air berawarna putih melambangkan kesucian hati perjuangan pahlawan Aceh terhadap orang lain. Sedangkan mata air melambangkan kesejukan dan kedamaian.
Sementara kolam tersebut yang dipagari jeruji besi, menurut Samsul, melambangkan kekokohan pertahanan Kerajaan Aceh di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda. Kolam itu mempunyai lebar 13 meter mengandung arti dari rukun shalat 13 perkara. Di bagian pagar juga ada perisai yang melambangkan ulama masa dulu mengangkat alat-alat senjata dari Alquran. Salah satu contohnya perisai untuk mempertahankan diri dari perang.
Perisai berwarna emas itu melambangkan kemakmuran bagi rakyat Aceh, kemudian hilang perisai menjadi pintu Aceh. Lalu di tengah kolam itu, ada tujuh rencong berdiri tegak pada lembayung cerana (dalong) yang bermakna benteng pertahanan sulit ditembusi musuh. Sedangkan tujuh rencong melambangkan tujuh pahlawanan Aceh.
Rencong pertama melambangkan Sultan Iskandar Muda memegang tiga versi, sultan kerajaan, ulama, dan pejuang Aceh. Untuk rencong dua melambangkan Syech Abdul Rauf mewakili ulama juga termasuk pejuang Aceh. Teuku Umar sebagai pahlawan sejati Aceh tergambar di rencong ke tiga. Rencong ke empat melambangkan Tgk Chik Ditito sebagai ulama dan pejuang Aceh. Rencong kelima melambangkan Panglima Polem sebagai pemikir dan cendikiawan.
Sedangkan rencong keenam dan ketujuh melambangkan dua pahlawan inong Aceh yakni Cut Nyak Dhien yang meneruskan perjuangan Tgk Umar dan Cut Meutia sebagai pahlawan Inong Aceh. Di bagian atas gagang rencong ada cerana lambang kemuliaan bagi tamu Aceh. Terakhir ada kopiah kulah kama--kopiah kebesaran Sultan Iskandar muda. Setelah Sultan meninggal, aksesoris itu dipakai Teuku Umar yang hingga kini disebut kopiah meukutop.
Ditambahkan, contoh monumen dengan tinggi 20 meter itu melambangkan melambangkan sifat 20 Allah. Lebar topi itu enam meter berpatok pada jumlah rukun iman. Di sampingnya ada cakradonya dengan atap lima segi melambangkan shalat lima waktu serta 17 tangga cakradonya bermakna jumlah rakaat shalat dalam sehari semalam. Kini, contoh monumen itu berada di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Lhokseumawe dalam proses rekomendasi untuk diusulkan kepada gubernur Aceh.[]
Kepada Serambi, kemarin, Samsul menyebutkan contoh monumen tersebut dimulai tapak tugu berwarna kuning yang melambangkan tanah Aceh, aksara dinding berwarna hijau melambangkan kesuburan, bibir kolam dan mata air berawarna putih melambangkan kesucian hati perjuangan pahlawan Aceh terhadap orang lain. Sedangkan mata air melambangkan kesejukan dan kedamaian.
Sementara kolam tersebut yang dipagari jeruji besi, menurut Samsul, melambangkan kekokohan pertahanan Kerajaan Aceh di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda. Kolam itu mempunyai lebar 13 meter mengandung arti dari rukun shalat 13 perkara. Di bagian pagar juga ada perisai yang melambangkan ulama masa dulu mengangkat alat-alat senjata dari Alquran. Salah satu contohnya perisai untuk mempertahankan diri dari perang.
Perisai berwarna emas itu melambangkan kemakmuran bagi rakyat Aceh, kemudian hilang perisai menjadi pintu Aceh. Lalu di tengah kolam itu, ada tujuh rencong berdiri tegak pada lembayung cerana (dalong) yang bermakna benteng pertahanan sulit ditembusi musuh. Sedangkan tujuh rencong melambangkan tujuh pahlawanan Aceh.
Rencong pertama melambangkan Sultan Iskandar Muda memegang tiga versi, sultan kerajaan, ulama, dan pejuang Aceh. Untuk rencong dua melambangkan Syech Abdul Rauf mewakili ulama juga termasuk pejuang Aceh. Teuku Umar sebagai pahlawan sejati Aceh tergambar di rencong ke tiga. Rencong ke empat melambangkan Tgk Chik Ditito sebagai ulama dan pejuang Aceh. Rencong kelima melambangkan Panglima Polem sebagai pemikir dan cendikiawan.
Sedangkan rencong keenam dan ketujuh melambangkan dua pahlawan inong Aceh yakni Cut Nyak Dhien yang meneruskan perjuangan Tgk Umar dan Cut Meutia sebagai pahlawan Inong Aceh. Di bagian atas gagang rencong ada cerana lambang kemuliaan bagi tamu Aceh. Terakhir ada kopiah kulah kama--kopiah kebesaran Sultan Iskandar muda. Setelah Sultan meninggal, aksesoris itu dipakai Teuku Umar yang hingga kini disebut kopiah meukutop.
Ditambahkan, contoh monumen dengan tinggi 20 meter itu melambangkan melambangkan sifat 20 Allah. Lebar topi itu enam meter berpatok pada jumlah rukun iman. Di sampingnya ada cakradonya dengan atap lima segi melambangkan shalat lima waktu serta 17 tangga cakradonya bermakna jumlah rakaat shalat dalam sehari semalam. Kini, contoh monumen itu berada di Dinas Perhubungan Pariwisata dan Kebudayaan Lhokseumawe dalam proses rekomendasi untuk diusulkan kepada gubernur Aceh.[]
Sumber: http://aceh.tribunnews.com
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !