Tidak
bisa dipungkiri bahwa takengon adalah daerah yang sejuk dan pas untuk
mencari ketenangan setelah berastagi. Bagaimana tidak ?!, Takengon,
wilayah yang merupakan bagian dari provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD) ini memiliki alam Aceh yang lain dari wilayah Aceh lainnya, yaitu :
daerah berhawa sejuk sehingga jika kita berkunjung kesana maka yang
akan tersirat dibenak kita adalah betapa sejuknya daerah ini.
Daerah
berhawa sejuk ini menyimpan sebuah cerita rakyat yang dikenal dengan
“Lagenda Putri Pukes”. Lagenda aceh “Putri Pukes”, menceritakan manusia
menjadi batu. Gua putri pukes terletak didaerah takengon tepatnya jika
kita mengelilingi danau laut tawar maka akan menemukan sebuah gua yang
menghadap Kampung Nosar, Kecamatan Bintang. Jika dari Kampung Mandale,
Kecamatan Kebayakan berjarak sekitar 5
KM dan dari Kampung Bintang, Kecamatan Bintang sekitar 22 KM. Gua putri
pukes merupakan salah satu objek wisata andalan Aceh di Kabupaten Aceh
Tengah, Takengon.
Cerita
rakyat yang dikenal dengan lagenda ini berdiri antara 2 gerbang
misteri, yaitu sebuah mitologi belaka atau sebuah sejarah Aceh (fakta
Aceh). Anggapan demikian muncul karena pada maret 2009 tim arkeologi
dari Medan, Sumatera Utara melakukan penelitian situs sejarah di
Takengon, Aceh Tengah menemukan kerangka manusia yang diperkirakan
berusia 3.500 tahun di gua putri pukes. Menurut tim arkeologi bahwa
komunitas orang-orang purba disitus ini mempunyai kebiasaan mengebumikan
mayat dengan menindihkan batu diatasnya untuk menghindari mayat tidak
dimakan binatang buas. Tapi, betul tidaknya lagenda ini hingga sekarang
belum ada yang bisa memastikan walaupun telah ditemukannya fakta sejarah
oleh tim arkeologi dari Medan.
Sangat
disayangkan gua putri pukes tempat lagenda itu diceritakan sudah
disemen dan ditambah-tambah sehingga tidak lagi alami. Didalam gua putri
pukes terdapat batu yang dipercayai adalah putri pukes yang telah
menjadi batu, kemudian sumur besar, kendi yang sudah menjadi batu,
tempat duduk untuk orang masa dahulu dan alat pemotong zaman dahulu.
Menurut
anggapan masyarakat sekitar batu putri pukes yang makin membesar
disebabkan karena kadang-kadang putri pukes menangis sehingga air mata
yang keluar menjadi batu juga kemudian air sumur yang terdapat digua
putri pukes setiap 3 bulan kering dan tidak ada airnya, tidak diketahui
apa penyebabnya akan tetapi jika sumur tersebut berisi air maka
akan ada orang pintar atau paranormal datang untuk mengambil air
tersebut. Disamping itu hal yang menarik lainnya adalah kendi yang telah
menjadi batu dimana pernah ada seseorang yang mengambil kendi itu
tetapi ia mengembalikannya karena ia dilanda resah setelah mengambilnya
dan adanya tempat bertapa yang digunakan oleh orang zaman dahulu untuk
bertapa guna mencari ilmu serta alat pemotong peninggalan manusia purba
ditemukan dalam gua putri pukes.
Tempat
wisata Aceh yang terletak dialam Aceh nan sejuk, ternyata tidak semua
orang atau suku gayo yang mendiami tempat ini mengetahui cerita tentang
putri pukes. Sebagian dari orang gayo mengetahui lagenda itu tetapi
tidak mengetahui alur cerita putri pukes.
Berikut merupakan cerita putri pukes yang dikutip dari berbagai sumber dan informasi, yaitu :
Putri
pukes adalah sebuah kisah yang terjadi saat mayoritas orang gayo masih
menganut agama hindu. Putri pukes adalah nama seorang gadis kesayangan
dan anak satu-satunya sebuah keluarga diKampung Nosar. Suatu ketika, ia
dijodohkan dengan seorang pria yang berasal dari Samar Kilang, Kecamatan
Syiah Utama kabupaten Aceh Tengah (sekarang Kabupaten Bener Meriah).
Pernikahan pun dilaksanakan berdasarkan adat setempat. Mempelai wanita
harus tinggal dan menetap ditempat mempelai pria. Dimasyarakat gayo ada
beberapa model perkawinan adat gayo, seperti : Angkap, Kuso-Kini dan
Juelen.
1. Perkawinan Angkap
Perkawinan
ini terjadi, jika salah satu keluarga tidak mempunyai keturunan anak
laki-laki yang berminat mendapat seorang menantu laki-laki maka keluarga
tersebut meminang sang pemuda (umumnya laki-laki berbudi baik dan
alim). Inilah yang dinamakn “angkap berperah, juelen berango” (angkap
dicari, juelen diminta). Menantu laki-laki, diisyaratkan supaya
selamanya tinggal dalam lingkungan keluarga pengantin wanita dan
dipandang sebagai pagar pelindung keluarga. Sang menantu mendapat harta
warisan dari keluarga istri. Dalam konteks ini dikatakan “anak angkap
penyapuni kubur kubah, si muruang iosah umah, siberukah iosah ume”
(menantu laki-laki penyapu kubah kuburan, yang ada tempat tinggal beri
rumah, yang ada lahan beri sawah).
2. Perkawinan Kuso-Kini
Perkawinan
ini termasuk jenis perkawinan adat yang modern, karena meletakkan
syarat bahwa kedua mempelai bebas menentukan pilihan, dimana mereka akan
tinggal menetap dan tidak membeda-bedakan kedudukan kedua orang tua
masing-masing. Perkawinan model ini dipandang paling toleransi dan
demokrasi karena mengakui hak menentukan pilihan serta menempatkan
derajat laki-laki dan wanita sejajar dalam ukuran hukumadat, hukum
positif dan kekuatan syariah. Itu sebabnya model perkawinan ini menjadi
pilihan dari kebanyakan orang gayo dibandingkan perkawinan lainnya
terutama bagi masyarakat yang menetap di kota-kota atau perantauan.
3. Perkawinan Juelen
Perkawinan
ini adalah jenis perkawinan yang agak unik dalam masyarakat gayo, sebab
mempelai wanita dianggap sudah dibeli dan disyaratkan mesti tinggal
selamanya dalam lingkungan keluarga mempelai laki-laki. Kata “Juelen”
sendiri secara harfiah mengandung arti sebagai barang jual, artinya
dengan sudah terjadinya ijab qabul maka keluarga pengantin wanita secara
hukum telah menjual anak perempuannya dan suami berkuasa dan
bertanggung jawab penuh terhadap wanita yang sudah dibelinya. Inilah
yang disebut “sinte berluwah” (pengantin wanita dilepas). Secara ekstrim
digambarkan “juelen bertanas mupinah urang”(pengantin wanita dilepas
maka bertukar kampung, marga, suku, dan belah). Hubungan kekeluargaan
antara pengantin wanita dengan keluarga asal menjadi renggang, walau
tidak terputus sama sekali. Status wanita dalam perkawinan ini seperti
budak yang sudah dibeli dan “koro jamu” (kerbau tamu) dalam lingkungan
masyarakat suaminya. Tidak ada hak sosial yang melekat dalam dirinya
selain mengabdi kepada suami/keluarga, membesarkan dan mendidik
anak-anaknya. Hak mengunjungi orang tua asal tidak lagi bebas karena
segalanya sudah bertukar kepada keluarga mempelai laki-laki baik
kampung, marga, suku dan belah kecuali dalam hal-hal tertentu, seperti :
keluarga meninggal dunia dan berkunjung di hari raya.
Dalam kisah putri pukes adat perkawinan yang dipakai adalah perkawinan dengan sistem “juelen”. Hal
ini diketahui karena berdasarkan kisah setelah selesai resepsi
pernikahan dirumah mempelai wanita, ia diantar menuju tempat tinggal
mempelai laki-laki. Pihak mempelai wanita diantar ketempat tinggal
mempelai laki-laki didalam bahasa gayo disebut “munenes”.
Pada
acara “munenes”pihak keluarga mempelai wanita dibekali sejumlah
peralatan rumah tangga, seperti kuali, kendi, lesung, alu, piring,
periuk dan sejumlah perlengkapan rumah tangga lainnya. Adat “munenes”
biasanya dilakukan pada acara perkawinan yang dilaksanakan dengan sistem
“juelen”, dimana pihak wanita tidak berhak lagi kembali ketempat orang
tuanya.
Pada
saat putri pukes akan dilepas oleh orang tuanya ketempat mempelai
laki-laki dengan iring-iringan pengantin, ibu putri pukes berpesan
kepada putri pukes yang sudah menjadi istri sah mempelai laki-laki (Nak,
sebelum kamu melewati daerah pukes, yaitu rawa-rawa yang sekarang
menjadi Danau Laut Tawar. Kamu jangan pernah melihat ke belakang, kaqta
ibu putri pukes).
Sang
putri pun berjalan sambil menangis dan menghapus air matanya yang
keluar terus-menerus. Karena tidak sanggup menahan rasa sedih, ia lupa
akan pantangan yang disampaikan oleh ibunya tadi. Secara tak sengaja
putri pukes menoleh ke belakang seketika itu petir pun menyambar, awan
menjadi gelap kemudian sang putri berubah menjadi batu seperti yang
sekarang kita jumpai di dalam gua putri pukes.
Apakah
ini sebuah mitologi atau sejarah Aceh (fakta Aceh)?, tetapi warga
setempat percaya kalau cerita putri pukes benar adanya. Nah! Penasaran
aku pikir tak ada salahnya kalau kita tak hanya sekedar melihat danau
laut tawar tapi kta juga harus mengunjungi gua putri pukes yang menarik
ini. Disana nantinya kamu-kamu bisa menilai sendiri apakah objek wisata
ini mitologi atau benar-benar terjadi!. Ayo kita kunjungi besama-sama
gua putri pukes ini ajak om, tante, ayah, ibu, kakek, nenek kamu atau
semua orang-orang yang kamu sayangi lainnya. Pokoknya dijamin asyik dan
menyenangkan karena plus ada fanorama alam nanindah dan sejak disana.(Sumber)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !